Gubernur NTB Tekankan Diferensiasi Perguruan Tinggi pada Wisuda Institut Elkatarie
Dalam sambutannya, Gubernur Iqbal mengapresiasi keberadaan Institut Elkatarie yang dinilainya memiliki kekhasan dengan mengintegrasikan nilai budaya dan keislaman sebagai fondasi keilmuan. Menurutnya, diferensiasi menjadi kunci penting agar lulusan mampu bersaing di tengah tantangan global.
“Perguruan tinggi harus memiliki keunikan. Lulusan tanpa diferensiasi akan sulit mendapatkan tempat di masyarakat. Institut Elkatarie memiliki kekuatan karena memadukan ilmu agama dan budaya sebagai ilmu dasar,” ujarnya.
Gubernur menyoroti lemahnya pembangunan keilmuan di Indonesia yang disebabkan minimnya penguatan ilmu dasar seperti sosiologi, antropologi, dan sejarah. Padahal, ilmu-ilmu tersebut sangat penting dalam merumuskan kebijakan publik agar sesuai dengan karakter masyarakat.
Ia mencontohkan banyak kebijakan pembangunan yang gagal diterapkan karena tidak berbasis kajian sosiologis dan antropologis. Untuk itu, Gubernur mendorong Institut Elkatarie agar terus mengembangkan kajian budaya, termasuk membuka program studi berbasis ilmu dasar.
“Kita miskin kajian sosiologi dan antropologi. Akibatnya, kebijakan sering datang seperti ‘piring terbang’, tidak menyatu dengan realitas masyarakat,” tegasnya.
Menghadapi tantangan masa depan, Gubernur Iqbal juga mengingatkan para wisudawan tentang persaingan dunia kerja yang kini melibatkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Menurutnya, keunggulan manusia yang tidak dapat digantikan AI adalah kemampuan sosial.
“AI tidak akan pernah menjadi makhluk sosial. Karena itu, perkuat kemampuan berinteraksi, berorganisasi, dan berkontribusi di masyarakat,” pesannya.
Ia juga berpesan agar para lulusan tidak takut gagal. Kegagalan, menurutnya, merupakan bagian penting dari proses pembelajaran dan pembentukan karakter.
Sementara itu, Rektor Institut Elkatarie, Asbullah Muslim, S.Fil.I., M.Pd.I, menegaskan bahwa pendidikan tinggi tidak hanya mencetak insan cerdas, tetapi juga manusia yang berakhlak dan berbudaya. Transformasi akhlak berbasis budaya, katanya, menjadi ciri khas Institut Elkatarie melalui integrasi kurikulum keislaman, kearifan lokal, dan praktik budaya dalam proses akademik.
“Akhlak bukan sekadar perilaku personal, tetapi nilai yang hidup dalam budaya masyarakat. Di kampus ini, mahasiswa dididik menjadi manusia seutuhnya,” pungkasnya.
(san/nov/nm)





Post a Comment